Mayoritas atau 90 persen pengusaha Indonesia merupakan eksekutif yang menjalankan bisnis keluarga dan mereka umumnya adalah generasi kedua dari keluarga tersebut. Meski menduduki tampuk pimpinan paling puncak diperusahaan itu, keputusan akhir tetap dipegang oleh orang tua terutama ayah sebagai pendiri perusahaan.
Demikian pendapat yang mengemuka pada acara diskusi bertema Economic Development: Does Entrepreneurship Matter? Yang diadakan oleh Ernst and Young di Jakarta, Rabu (10/7).
Karena keputusan akhir yang menentukan berada ditangan ayah selaku pendiri perusahaan, akhirnya pengusaha Indonesia lebih banyak hanya melaksanakan perintah ayahnya. Buka menapak dari awal dan mengejar impian.
“Berbeda dengan di Amerika Serikat (AS) misalnya, disana pengusaha berangkat dari upayanya untuk mengejar dan mewujudkan impiannya. Sementara disini, sekalipun dia memegang jabatan sebagai chief executif officer (CEO), dia harus mematuhi perintah ayahnya,” kata CEO PT Kushendry Asribusana, Jody Dharmawan.
Dalam diskusi juga muncul pendapat mengenai pentingnya sifat dan kemauan kewiraswastaan untuk membantu mengatasi masalah pengangguran sekarang ini. Diungkapkan bahwa kunci mengatasi pengangguran bukan usaha konglomerasi yang meraksasa, melainkan cukup dengan mengembangkan usaha kecil menengah (UKM).
Namun, di Indonesia masih jarang orang yang berani mengambil risiko menjadi pengusaha, hanya karena mereka tidak mau mengalami kegagalan. Walaupun berpendidikan tinggi, mereka enggan terjun sebagai pengusaha dan memilih konsultan yang risikonya lebih kecil.
Selain itu, iklim bisnis di Indonesia sendiri dinilai masih diwarnai berbagai pungutan diluar keharusan. Seringkali perusahaan terpaksa ditutup hanya karena tidak mau memberikan suap atau memenuhi tuntutan pungutan dari oknum tertentu.
Diambil dari Kompas 11 Juli 2002
Demikian pendapat yang mengemuka pada acara diskusi bertema Economic Development: Does Entrepreneurship Matter? Yang diadakan oleh Ernst and Young di Jakarta, Rabu (10/7).
Karena keputusan akhir yang menentukan berada ditangan ayah selaku pendiri perusahaan, akhirnya pengusaha Indonesia lebih banyak hanya melaksanakan perintah ayahnya. Buka menapak dari awal dan mengejar impian.
“Berbeda dengan di Amerika Serikat (AS) misalnya, disana pengusaha berangkat dari upayanya untuk mengejar dan mewujudkan impiannya. Sementara disini, sekalipun dia memegang jabatan sebagai chief executif officer (CEO), dia harus mematuhi perintah ayahnya,” kata CEO PT Kushendry Asribusana, Jody Dharmawan.
Dalam diskusi juga muncul pendapat mengenai pentingnya sifat dan kemauan kewiraswastaan untuk membantu mengatasi masalah pengangguran sekarang ini. Diungkapkan bahwa kunci mengatasi pengangguran bukan usaha konglomerasi yang meraksasa, melainkan cukup dengan mengembangkan usaha kecil menengah (UKM).
Namun, di Indonesia masih jarang orang yang berani mengambil risiko menjadi pengusaha, hanya karena mereka tidak mau mengalami kegagalan. Walaupun berpendidikan tinggi, mereka enggan terjun sebagai pengusaha dan memilih konsultan yang risikonya lebih kecil.
Selain itu, iklim bisnis di Indonesia sendiri dinilai masih diwarnai berbagai pungutan diluar keharusan. Seringkali perusahaan terpaksa ditutup hanya karena tidak mau memberikan suap atau memenuhi tuntutan pungutan dari oknum tertentu.
Diambil dari Kompas 11 Juli 2002
Comments
Post a Comment