Jika Indonesia baru mempelajari rencana untuk melakukan redenominasi mata uang, Zimbabwe sudah melaksanakannya mulai 1 Agustus 2010. Tak tanggung-tanggung, Bank Sentral Zimbabwe meredenominasi dengan mengubah uang 10 miliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar Zimbabwe atau menghilangkan 10 angka nol.
Gubernur Bank Sentral Zimbabwe Gideon Gono mengatakan kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk membantu masyarakat keluar dari hiper inflasi yang terjadi di negara tersebut.
Dolar Zimbabwe diredenominasi menjadi 1 sampai 10 dolar, yang artinya menghilangkan 10 angka nol dalam nilai nominal uang. Jadi uang 10 miliar dolar Zimbabwe diubah menjadi 1 dolar Zimbabwe mulai 1 Agustus 2010," tutur Gideon seperti dikutip dari Reuters, Selasa (3/8/2010).
Namun para analis merasa pesimistis dengan rencana ini. Mereka menilai kebijakan redenominasi ini tidak akan bisa mengakhiri kehancuran ekonomi negara tersebut yang disebabkan inflasi maha tinggi yaitu sebesar 2,2 juta persen. Ini merupakan inflasi tertinggi di dunia karena keterbatasan suplai makanan dan uang valas.
Kebijakan ini (redenominasi) hanya sebuah jalan keluar untuk menghilangkan banyaknya angka nol dalam mata uang mereka. Namun kebijakan ini tidak mengatasi akar dari masalah," ujar konsultan ekonomi John Robertson.
Menurutnya, permasalahan yang dihadapi oleh negara tersebut adalah kelangkaan arus dana masuk atau investasi dari luar.
Seperti diketahui, di Zimbabwe tiap hari harga terus meroket, dan inilah yang menyebabkan inflasi di negara tersebut sangat tinggi. Ini yang mendorong bank sentral Zimbabwe mengeluarkan uang kertas pecahan 100 miliar dolar Zimbabwe.
Gideon Gono pada pertengahan 2006 pernah melakukan kebijakan redenominasi dengan menghilangkan 3 angka nol pada mata uangnya. Hal ini dilakukan hanya untuk mempermudah masyarakat agar tidak perlu membawa tumpukan besar uang untuk belanja. Namun langkah ini ternyata mendorong kenaikan harga barang yang sangat tajam.
Bahkan yang lebih mencengangkan, pada bulan Juli lalu, pemerintah Zimbabwe diam-diam menaikkan gaji para pekerja menjadi rata-rata 2 triliun dolar Zimbabwe. Untuk menaikkan daya beli masyarakatnya. Tapi ternyata gaji tersebut hanya cukup untuk membiayai ongkos 10 kali perjalanan mereka bekerja atau hanya untuk membeli delapan potong roti saja.
Di Indonesia, wacana redenominasi ini sedang ramai dibicarakan. Bank Indonesia (BI) merencanakan untuk melakukan redenominasi rupiah. Namun BI yakin redenominasi rupiah tidak akan mengalami nasib tragis layaknya dolar Zimbabwe. Kegagalan negara Zimbabwe dalam melakukan redenominasi beberapa waktu yang lalu disebabkan oleh tidak terkendalinya tingkat inflasi.
Pjs Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, Indonesia tidak akan senasib dengan Zimbabwe soal redenominasi ini karena tingkat inflasi di Indonesia masih sangat terkendali sehingga redenominasi diharapkan berjalan mulus.
Bahkan tingkat inflasi dalam 2-3 tahun kedepan bisa turun ke 4,5% plus minus 1%," jelas.
Menurut Darmin negara yang gagal melakukan redenominasi adalah Zimbabwe. Hal itu terjadi karena tingkat inflasi di Zimbabwe naik dan tidak kredibel sewaktu dilakukannya proses redenominasi.
Jadi itu dianggap gagal redenominasi di Zimbabwe karena disaat redenominasi inflasi terus membumbung tinggi," kata Darmin.
Gubernur Bank Sentral Zimbabwe Gideon Gono mengatakan kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk membantu masyarakat keluar dari hiper inflasi yang terjadi di negara tersebut.
Dolar Zimbabwe diredenominasi menjadi 1 sampai 10 dolar, yang artinya menghilangkan 10 angka nol dalam nilai nominal uang. Jadi uang 10 miliar dolar Zimbabwe diubah menjadi 1 dolar Zimbabwe mulai 1 Agustus 2010," tutur Gideon seperti dikutip dari Reuters, Selasa (3/8/2010).
Namun para analis merasa pesimistis dengan rencana ini. Mereka menilai kebijakan redenominasi ini tidak akan bisa mengakhiri kehancuran ekonomi negara tersebut yang disebabkan inflasi maha tinggi yaitu sebesar 2,2 juta persen. Ini merupakan inflasi tertinggi di dunia karena keterbatasan suplai makanan dan uang valas.
Kebijakan ini (redenominasi) hanya sebuah jalan keluar untuk menghilangkan banyaknya angka nol dalam mata uang mereka. Namun kebijakan ini tidak mengatasi akar dari masalah," ujar konsultan ekonomi John Robertson.
Menurutnya, permasalahan yang dihadapi oleh negara tersebut adalah kelangkaan arus dana masuk atau investasi dari luar.
Seperti diketahui, di Zimbabwe tiap hari harga terus meroket, dan inilah yang menyebabkan inflasi di negara tersebut sangat tinggi. Ini yang mendorong bank sentral Zimbabwe mengeluarkan uang kertas pecahan 100 miliar dolar Zimbabwe.
Gideon Gono pada pertengahan 2006 pernah melakukan kebijakan redenominasi dengan menghilangkan 3 angka nol pada mata uangnya. Hal ini dilakukan hanya untuk mempermudah masyarakat agar tidak perlu membawa tumpukan besar uang untuk belanja. Namun langkah ini ternyata mendorong kenaikan harga barang yang sangat tajam.
Bahkan yang lebih mencengangkan, pada bulan Juli lalu, pemerintah Zimbabwe diam-diam menaikkan gaji para pekerja menjadi rata-rata 2 triliun dolar Zimbabwe. Untuk menaikkan daya beli masyarakatnya. Tapi ternyata gaji tersebut hanya cukup untuk membiayai ongkos 10 kali perjalanan mereka bekerja atau hanya untuk membeli delapan potong roti saja.
Di Indonesia, wacana redenominasi ini sedang ramai dibicarakan. Bank Indonesia (BI) merencanakan untuk melakukan redenominasi rupiah. Namun BI yakin redenominasi rupiah tidak akan mengalami nasib tragis layaknya dolar Zimbabwe. Kegagalan negara Zimbabwe dalam melakukan redenominasi beberapa waktu yang lalu disebabkan oleh tidak terkendalinya tingkat inflasi.
Pjs Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, Indonesia tidak akan senasib dengan Zimbabwe soal redenominasi ini karena tingkat inflasi di Indonesia masih sangat terkendali sehingga redenominasi diharapkan berjalan mulus.
Bahkan tingkat inflasi dalam 2-3 tahun kedepan bisa turun ke 4,5% plus minus 1%," jelas.
Menurut Darmin negara yang gagal melakukan redenominasi adalah Zimbabwe. Hal itu terjadi karena tingkat inflasi di Zimbabwe naik dan tidak kredibel sewaktu dilakukannya proses redenominasi.
Jadi itu dianggap gagal redenominasi di Zimbabwe karena disaat redenominasi inflasi terus membumbung tinggi," kata Darmin.
Comments
Post a Comment