Ketika akhir 2007 saya menulis teori Deret Fibonacci untuk menggambarkan sequel kehancuran uang kertas, saat itu harga Dinar dalam Rupiah berada pada angka Rp 1,096,900 dan berdasarkan teori tersebut saya tulis akan mencapai kisaran Rp 1.8 juta untuk puncak berikutnya – puncak ini kemudian benar-benar terlampaui dalam waktu kurang dari 3.5 tahun. Dalam US$ saat itu harga Dinar di kisaran angka US$ 116, kini berada di kisaran US$ 214 – jauh diatas puncak Fibonacci berikutnya yang saya prediksi dalam tulisan tersebut US$ 200. Bagi Anda yang belajar financial ini bersama saya di situs ini dan mengambil langkah konkrit sejak saat itu, insyaallah asset hasil kerja keras Anda sudah terproteksi dari kehancuran nilai – inilah kekuatan bagi orang-orang yang mau belajar memahami fenomena financial.
Dalam hal financial education untuk mengajak masyarakat faham fenomena financial ini, di dunia ada penulis kondang yang beberapa bukunya sudah saya ulas di situs ini yaitu Robert T Kiyosaki – yang bukunya selalu laris dalam skala global - temanya hampir seragam yaitu pendidikan financial. Buku terbaru dia bahkan lebih gamblang lagi ‘menelanjangi’ ketidak adilan system financial global saat ini, buku ini berjudul Unfair Advantage : The Power of Financial Education (Plata Publishing, Scottsdale-AZ, 2011).
Mirip dengan apa yang saya tulis tiga setengah tahun lalu tersebut diatas, di introduction dari buku Robert terbaru ini Robert mengungkapkan kekonyolan-kekonyolan system financial dan ekonomi global saat ini. Dia misalnya mempertanyakan mengapa pemerintahnya (AS) tetap tidak mengakui adanya inflasi yang tinggi, padahal harga emas dalam sebelas tahun melambung nyaris lima kali lipat dari US$ 282/Oz (4/01/2000) menjadi US$ 1,405/oz (30/12/2010).
Sinyalemen kehancuran US$ yang mulai sering diungkap penulis sekaliber Robert T Kiyosaki ini, sesungguhnya makin hari makin nampak jelas buktinya – ya antara lain terlihat dari harga emas tersebut diatas. Bahkan dalam dua hari terakhir ini dunia financial juga diguncang oleh bukti lain yang selama ini ‘lebih diakui’ oleh para praktisi business modern – yaitu penilaian lembaga rating Standard and Poors (S & P) terhadap kemampuan AS untuk membayar hutang.
Seolah mengingatkan masyarakat dunia, S & P dua hari lalu menurunkan standard rating hutang Amerika dari AAA (paling aman) menjadi tetap AAA (masih paling aman) tetapi memiliki outlook negatif – artinya bisa anjlok kapan saja !. Bagi saya sendiri penilaian S & P terhadap hutang Amerika (yang juga berarti terhadap US$) adalah semacam konfirmasi atau pembenaran terhadap teori-teori dan statistik seperti yang saya ungkap di awal tulisan ini – bahwa uang kertas US$ dan juga uang kertas-uang kertas lainnya memang dalam posisi trend penurunan nilai yang membahayakan.
Lantas bagaimana kita mengajak masyarakat untuk belajar masalah ini sehingga mereka bisa faham fenomena financial dan tidak menjadi korban dari ketiak adilan ?. Robert T Kiyosaki dalam bukunya tersebut diatas berusaha meng-edukasi masyarakat dunia untuk memahami lima bentuk ketidak adilan – yang akan membedakan apakah kita jadi korban atau menjadi pihak yang diuntungkan.
Ketidak adilan pertama adalah dalam hal pengetahuan (knowledge). Tanpa pendidikan yang membuat orang faham financial orang akan cenderung mengambil risiko lebih besar dan memperoleh hasil yang lebih rendah.
Menurut Robert, tanpa faham financial ini orang akan secara tradisional berinvestasi di rumah (yang tidak produktif ), stocks (saham), bonds (surat utang), mutual funds dan tabungan di bank. Jenis-jenis investasi ini menurut dia adalah investasi yang paling berisiko dari sisi penurunan nilai, thesis S2 yang pernah saya muat di situs ini juga sejalan dengan penilaian tersebut dalam hal saham.
Ketidak adilan kedua adalah masalah pajak. Masyarakat pekerja akan cenderung membayar pajak lebih tinggi, ketimbang masyarakat pengusaha ( apalagi yang besar-besar) yang memahami betul system perpajakan dan mengambil untung dari ketidak adilan system.
Ketidak adilan ketiga adalah masalah hutang. Masyarakat yang awam menanggung beban hutangnya sendiri dengan hal-hal yang konsumtif, dan juga menanggung hutang negaranya dalam bentuk beban inflasi. Sebagian kecil masyarakat yang memahami ini, memanfaatkan hutang untuk memupuk asset yang tumbuh diatas beban hutang – karena inflasi beban pembayaran hutang relatif bertambah murah dibandingkan dengan asset produktif yang tumbuh melampaui inflasi.
Ketidak adilan keempat adalah tentang risiko. Masyarakat kebanyakan yang rata-rata pekerja sebenarnya menghadapi risiko yang paling tinggi karena job security yang selama ini dianggap sebagai jaminan keamanan penghasilannya – justru bisa hilang kapan saja – oleh karenanya pekerjaan bukanlah asset. Kalau toh sebagian besar masyarakat ini mampu mempertahankan pekerjaannya sampai pensiun, mereka sesungguhnya menghadapi risiko yang pasti – yaitu penurunan daya beli penghasilan dan dana pensiunnya karena faktor inflasi – lagi-lagi lihat ilustrasi penurunan daya beli uang kertas di awal tulisan ini.
Ketidak adilan kelima adalah masalah compensation atau penghasilan. Masyarakat kebanyakan fokus pada upaya untuk memperoleh penghasilan yang cukup – padahal kebanyakannya ini tidak pernah tercapai. Lebih banyak masyarakat yang menuntut hak ketimbang yang berbuat lebih dan memberi lebih untuk juga dapat menerima lebih.
Lantas bagaimana agar kita tidak menjadi korban ketidak adilan systemic tersebut ?. berikut summary-nya :
· Fahami fenomena financial seperti inflasi, beban pinjaman, system perpajakan dlsb. yang merupakan pengetahuan dasar financial yang akan berdampak langsung pada kesejahteraan Anda.
· Jangan terlibat hutang yang konsumtif, bila harus berhutang gunakan untuk aktifitas produktif yang mampu mengalahkan beban hutang.
· Lawan risiko-risiko ancaman terhadap job security dengan investasi pada diri sendiri – asset Anda adalah diri Anda dan bukan pekerjaan Anda.
· Proteksi hasil jerih payah Anda dari ancaman inflasi dan penurunan nilai, emas atau Dinar hanya salah satu saja – yang lebih konkrit adalah investasi pada growing asset yang produktif seperti lahan yang ditanami, properti yang disewakan atau digunakan untuk dagang, dan yang ideal adalah usaha riil yang berjalan dengan baik.
· Berbuat banyaklah untuk hal-hal yang baik sehingga Anda bisa ‘memberi banyak’ pada masyarakat sekeliling Anda, maka Anda juga insyaAllah akan menerima banyak. Robert T. Kiyosaki belajar hal terakhir ini dari sekolah meinggu dia (gereja), saya sependapat karena ini juga janji Allah dalam Al-Quran, dalam berbagai tulisan saya sebelumnya dan bahkan salah satu nilai yang kami tumbuh kembangkan di Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin adalah hal jazaa ul’ ihsaani illal ihsaan – tidak ada balasan atas suatu kebaikan selain kebaikan pula.
Setelah begitu banyak bukti statistik dan ilmunya begitu banyak ditulis orang dari berbagai latar belakang, maka seharusnya kita bisa perkasa melawan fenomena ketidak adilan financial – bila kita mau belajar. InsyaAllah.
sumber: www.geraidinar.com
Dalam hal financial education untuk mengajak masyarakat faham fenomena financial ini, di dunia ada penulis kondang yang beberapa bukunya sudah saya ulas di situs ini yaitu Robert T Kiyosaki – yang bukunya selalu laris dalam skala global - temanya hampir seragam yaitu pendidikan financial. Buku terbaru dia bahkan lebih gamblang lagi ‘menelanjangi’ ketidak adilan system financial global saat ini, buku ini berjudul Unfair Advantage : The Power of Financial Education (Plata Publishing, Scottsdale-AZ, 2011).
Mirip dengan apa yang saya tulis tiga setengah tahun lalu tersebut diatas, di introduction dari buku Robert terbaru ini Robert mengungkapkan kekonyolan-kekonyolan system financial dan ekonomi global saat ini. Dia misalnya mempertanyakan mengapa pemerintahnya (AS) tetap tidak mengakui adanya inflasi yang tinggi, padahal harga emas dalam sebelas tahun melambung nyaris lima kali lipat dari US$ 282/Oz (4/01/2000) menjadi US$ 1,405/oz (30/12/2010).
Sinyalemen kehancuran US$ yang mulai sering diungkap penulis sekaliber Robert T Kiyosaki ini, sesungguhnya makin hari makin nampak jelas buktinya – ya antara lain terlihat dari harga emas tersebut diatas. Bahkan dalam dua hari terakhir ini dunia financial juga diguncang oleh bukti lain yang selama ini ‘lebih diakui’ oleh para praktisi business modern – yaitu penilaian lembaga rating Standard and Poors (S & P) terhadap kemampuan AS untuk membayar hutang.
Seolah mengingatkan masyarakat dunia, S & P dua hari lalu menurunkan standard rating hutang Amerika dari AAA (paling aman) menjadi tetap AAA (masih paling aman) tetapi memiliki outlook negatif – artinya bisa anjlok kapan saja !. Bagi saya sendiri penilaian S & P terhadap hutang Amerika (yang juga berarti terhadap US$) adalah semacam konfirmasi atau pembenaran terhadap teori-teori dan statistik seperti yang saya ungkap di awal tulisan ini – bahwa uang kertas US$ dan juga uang kertas-uang kertas lainnya memang dalam posisi trend penurunan nilai yang membahayakan.
Lantas bagaimana kita mengajak masyarakat untuk belajar masalah ini sehingga mereka bisa faham fenomena financial dan tidak menjadi korban dari ketiak adilan ?. Robert T Kiyosaki dalam bukunya tersebut diatas berusaha meng-edukasi masyarakat dunia untuk memahami lima bentuk ketidak adilan – yang akan membedakan apakah kita jadi korban atau menjadi pihak yang diuntungkan.
Ketidak adilan pertama adalah dalam hal pengetahuan (knowledge). Tanpa pendidikan yang membuat orang faham financial orang akan cenderung mengambil risiko lebih besar dan memperoleh hasil yang lebih rendah.
Menurut Robert, tanpa faham financial ini orang akan secara tradisional berinvestasi di rumah (yang tidak produktif ), stocks (saham), bonds (surat utang), mutual funds dan tabungan di bank. Jenis-jenis investasi ini menurut dia adalah investasi yang paling berisiko dari sisi penurunan nilai, thesis S2 yang pernah saya muat di situs ini juga sejalan dengan penilaian tersebut dalam hal saham.
Ketidak adilan kedua adalah masalah pajak. Masyarakat pekerja akan cenderung membayar pajak lebih tinggi, ketimbang masyarakat pengusaha ( apalagi yang besar-besar) yang memahami betul system perpajakan dan mengambil untung dari ketidak adilan system.
Ketidak adilan ketiga adalah masalah hutang. Masyarakat yang awam menanggung beban hutangnya sendiri dengan hal-hal yang konsumtif, dan juga menanggung hutang negaranya dalam bentuk beban inflasi. Sebagian kecil masyarakat yang memahami ini, memanfaatkan hutang untuk memupuk asset yang tumbuh diatas beban hutang – karena inflasi beban pembayaran hutang relatif bertambah murah dibandingkan dengan asset produktif yang tumbuh melampaui inflasi.
Ketidak adilan keempat adalah tentang risiko. Masyarakat kebanyakan yang rata-rata pekerja sebenarnya menghadapi risiko yang paling tinggi karena job security yang selama ini dianggap sebagai jaminan keamanan penghasilannya – justru bisa hilang kapan saja – oleh karenanya pekerjaan bukanlah asset. Kalau toh sebagian besar masyarakat ini mampu mempertahankan pekerjaannya sampai pensiun, mereka sesungguhnya menghadapi risiko yang pasti – yaitu penurunan daya beli penghasilan dan dana pensiunnya karena faktor inflasi – lagi-lagi lihat ilustrasi penurunan daya beli uang kertas di awal tulisan ini.
Ketidak adilan kelima adalah masalah compensation atau penghasilan. Masyarakat kebanyakan fokus pada upaya untuk memperoleh penghasilan yang cukup – padahal kebanyakannya ini tidak pernah tercapai. Lebih banyak masyarakat yang menuntut hak ketimbang yang berbuat lebih dan memberi lebih untuk juga dapat menerima lebih.
Lantas bagaimana agar kita tidak menjadi korban ketidak adilan systemic tersebut ?. berikut summary-nya :
· Fahami fenomena financial seperti inflasi, beban pinjaman, system perpajakan dlsb. yang merupakan pengetahuan dasar financial yang akan berdampak langsung pada kesejahteraan Anda.
· Jangan terlibat hutang yang konsumtif, bila harus berhutang gunakan untuk aktifitas produktif yang mampu mengalahkan beban hutang.
· Lawan risiko-risiko ancaman terhadap job security dengan investasi pada diri sendiri – asset Anda adalah diri Anda dan bukan pekerjaan Anda.
· Proteksi hasil jerih payah Anda dari ancaman inflasi dan penurunan nilai, emas atau Dinar hanya salah satu saja – yang lebih konkrit adalah investasi pada growing asset yang produktif seperti lahan yang ditanami, properti yang disewakan atau digunakan untuk dagang, dan yang ideal adalah usaha riil yang berjalan dengan baik.
· Berbuat banyaklah untuk hal-hal yang baik sehingga Anda bisa ‘memberi banyak’ pada masyarakat sekeliling Anda, maka Anda juga insyaAllah akan menerima banyak. Robert T. Kiyosaki belajar hal terakhir ini dari sekolah meinggu dia (gereja), saya sependapat karena ini juga janji Allah dalam Al-Quran, dalam berbagai tulisan saya sebelumnya dan bahkan salah satu nilai yang kami tumbuh kembangkan di Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin adalah hal jazaa ul’ ihsaani illal ihsaan – tidak ada balasan atas suatu kebaikan selain kebaikan pula.
Setelah begitu banyak bukti statistik dan ilmunya begitu banyak ditulis orang dari berbagai latar belakang, maka seharusnya kita bisa perkasa melawan fenomena ketidak adilan financial – bila kita mau belajar. InsyaAllah.
sumber: www.geraidinar.com
Comments
Post a Comment